Selamat Datang di website resmi Sinode Gereja Kabar Baik Indonesia (GKBI). Kami bangga bisa menjadi salah satu dari banyak gereja yang ikut menjadi berkat ditengah-tengah masyarakat dan bangsa Indonesia.
Sejarah Gereja Kabar Baik Indonesia (GKBI)
Akhir Tahun 1941 dan awal 1942, Bala Tentara Jepang menyerang Nederlandsch-Indie atau Hindia Belanda, nama Indonesia waktu itu. Pasukan Jepang berhasil merebut dan menduduki daerah-daerah strategis di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Akhirnya pada 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati Subang, Jawa Barat.
Sejak itu Jepang berkuasa di Indonesia. Dengan cepat Jepang melakukan sejumlah perubahan sosial, termasuk pembatasan-pembatasan pada masyarakat. Hal tersebut antara lain
- Merubah nama atau sebutan Nederlandsch-Indie, Hindia Belanda menjadi To-Indo atau Hindia Timur untuk semua wilayah Kepulauan.
- Membuka lowongan dan memaksa penduduk To-Indo agar bekerja pada unit-unit pasukan Jepang.
- Menutup sekolah, tempat ibadah, dan fasilitas umum lainnya, kemudian dijadikan Markas Tentara.
- Melarang semua kegiatan Agama, terutama pemimpin keagamaanya adalah Orang Belanda atau pun Negara-negara Eropa lainnya. Banyak Pendeta Belanda yang dikirim ke Tahanan atau dihukum mati.
Adanya larangan dan ketiadaan pelayanan tersebut, membuat seorang petugas Zeni Pasukan Belanda (kemudian di Pasukan Jepang), Johanis Cornelis Pandi, terpanggil untuk melayani umat Kristen atau Warga Indische Kerk (Gereja Protestan Indonesia yang Pendeta-pendetanya sudah ditangkap Tentara Jepang) yang ada di sekitar Wilayah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian besar dari mereka adalah Para Perantau dari Kawasan Timur To-Indo atau Indonesia Bagian Timur. (Note: Kita tak pernah tahu atau mendapat informasi bahwa Siapa yang meneguhkan JC Pandie sebagai seorang Domine atau Pendeta).
Karena adanya larangan kegiatan keagamaan dari Penguasa Militer Jepang maka JC Pandie melakukan kebaktian bersama umat orang-orang (yang ikut ibadah) bepindah-pindah serta sembunyi-sembunyi; di Jalan Dusun, Jalan Sulawesi, dll. Bahkan, sering dilaksanakan di bawah kolong meja, gelap, dan hanya diterangi sebatang lilin.
Kegiatan ibadah, diberi nama Persekutuan Kebaktian Gereja Masehi Timur (PK GMT), termasuk Layanan Sakramen, tersebut berlangsung terus hingga Indonesia Merdeka; dan JC Pandie lebih bebas melakukan kegiatan pelayanan.
Pada 31 Oktober 1948, Pengurus Indische Kerk menyetujui adanya Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) dan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), setelah GMIM (1934) dan GPM (1935).
Adanya GPIB tersebut, banyak umat PK GMT pindah ke GPIB. Walau seperti itu, tidak menyurutkan semangat Ds JC Pandie melayani umat yang tiada Gembala. Seiring dengan semangat melayani tersebut, PK GMT memerlukan legitimasi di NKRI. Sehingga Ds JC Pandi dan kawan-kawan:
- Pada tanggal 3 Februari 1959, mensahkan Perkumpulan Kebaktian Gereja Masehi Timur (PK GMT), sebagai Organisasi Gereja yang berbadan hukum. Hal tersebut dilakukan di hadapan Notaris RADEN KARDIMAN nomor 8, tahun 1959.
- Mendaftar eksistensi PK GMT ke Negara, dhi. Departemen Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 17 April 1959
- Selanjutnya (setelah pendaftaran tersebut), PK GMT terdaftar di Berita Negara tanggal 25 Agustus 1959 nomor 68 dan mendapat Staatblaad nomor 36 tahun 1959 berkedudukan di Jakarta.
Setelah itu, PK GMT mengalami pasang surut pelayanan seiring dengan kondisi, situasi, dinamika, serta perkembangan Umat Kristen Indonesia, khususnya Wilayah Pelayanan PK GMT di Tg Priok. Oleh sebab itu:
- 7 Oktober 1978, PK GMT berubah menjadi Gereja Masehi Timur (GMT) di hadapan Notaris Nico Rudolf Makahanap; dengan Akte Perubahan Nomor 9, tanggal 7 Oktober 1978
- Keberadaan GMT didaftarkan di Dirjen Bimas Kristen Protestan Departemen Agama Republik Indonesia Kantor Wilayah DKI Jakarta Nomor: WJ/7/393/11989
Dalam perkembangan kemudian, sejumlah orang bergabung dengan GMT. Sehingga perlu adanya perubahan Nama, Tata Organisasi, Pengurus, dll dalam rangka menjangkau pelayanan yang lebih luas dan menyeluruh.
Oleh sebab itu, pada April 1989 para pengurus GKBI melakukan Persidangan di Cibogo, Kab Bogor. Salah satu keputusan pada Persidangan tersebut adalah mengubah nama dari Gereja Masehi Timur (GMT) menjadi Gereja Kabar Baik Indonesia atau GKBI. Dan dilanjutkan dengan:
- Penanda-tangan Akte Perubahan oleh 15 Orang di depan Notaris FK Makahanap, 17 April 1989. Terbit Akta Perubahan nomor 35 tanggal 17 April 1989.
- Pengesahan Akta Perubahan oleh Pengadilan Negeri Jakarta pada tanggal 4 Februari 1991 nomor 5/leg/1991.
- Pendaftaran keberadaan GKBI di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Ditjend SOSPOL tanggal 8 Maret 1991 nomor 004.
Salam Kabar Baik
Pdt. Jappy M Pellokila
Salah Satu Penanda-tangan Akte Perubahan GMT menjadi GKBI
Comments are closed