TATA TERTIB GEREJA KABAR BAIK INDONESIA (GKBI)

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, GKBI menyadari pentingnya kehidupan gereja, baik secara organisme yaitu membutuhkan tuntunan dan pimpinan Roh Kudus, maupun secara organisasi sebagai mana telah diatur dalam Tata Gereja dan Tata Tertib Gereja ini, sehingga diharapkan mampu dan cakap menghadapi situasi dan perubahan jaman dan sekaligus peka terhadap kehendak Allah terkait keberadaannya sebagai terang dan garam di Indonesia dan seluruh dunia.

Dengan demikian penting sekali adanya Tata Tertib Gereja yang tak terpisahkan dengan Tata Gereja; menjadi sebuah kebutuhan mendesak bagi kiprah, gerak dan langkah GKBI, baik bagi tataran pemimpin, jemaat lokal maupun semua pihak.

Bab I

MAKSUD DAN TUJUAN TATA TERTIB GEREJA

Pasal 1

Hal Pembukaan Tata Gereja

Tata Tertib GKBI tidak berhak mengubah Pembukaan Tata Gereja GKBI yang merupakan jiwa, dasar dan roh yang telah diletakkan oleh para pendiri sehingga lahirlah GKBI.

Pasal 2

Tujuan Tata Tertib Gereja

Tata Tertib GKBI mengatur dan menjabarkan secara lebih rinci Tata Gereja dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan Tata Gereja (pasal 14 Tata Gereja), yang menjadi pedoman bagi pimpinan keorganisasian di semua tingkat yang belum cukup diatur dalam Tata Gereja.

Bab II

TEMPAT, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Pasal 3

Tempat dan Waktu Didirikan

1. GKBI yang dahulu bernama Gereja Masehi Timur sesuai Staadsblad No. 36 tahun 1959  dan sesuai Akta Perubahan No. 35 tahun 1989, didirikan di Jakarta

2. GKBI didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

3. GKBI berkedudukan Ibu Kota Negara Republik Indonesia, Jakarta.

4. GKBI sesuai kedudukannya, berkantor di Jakarta.

    Bab III

    LAMBANG DAN LOGO

    Pasal 4

    Lambang dan Logo serta Atribut GKBI

    GKBI memiliki lambang dan logo gereja berupa gambar Alfa Omega berwarna biru dengan Salib berwarna merah di tengah-tengahnya.

    1. Gambar Alfa-Omega melambangkan Tuhan Yesus, Sang Firman Allah yang keberadaan-Nya ada dengan sendirinya, tanpa awal dan tanpa akhir.

    2.   Warna Biru Alfa-Omega menggambarkan tentang keberadaan Allah dengan segala kebaikan dan kemurahan-Nya, yaitu memperlihatkan kasih Allah kepada manusia.

    3. Warna putih di tengah Alfa-Omega menggambarkan kesucian dan ketulusan yang menjadi dasar dan motivasi seluruh pengabdian gereja bagi Tuhan dan sesama.

    4. Salib ditengah-tengah Alfa-Omega melambangkan Kristus yang telah menderita, mati di Golgota dan bangkit sebagai pusat dari karya Keselamatan Allah bagi setiap orang yang menerima Dia, sekaligus menggambarkan Kristus sebagai Dasar dan Kepala serta pusat dari Gereja.

    4.   Warna Merah menggambarkan Darah Kristus yang  telah tercurah bagi penyucian dan pembenaran setiap orang yang percaya kepada-Nya.

    5.   Logo gereja GKBI adalah sama dengan lambang gereja GKBI yang harus ditempatkan pada kop surat, Stampel, Akta Baptisan, Akta Nikah, Akta Penyerahan Anak, papan nama gereja, tanda anggota, serifikat, dan lain-lain.

    6.   Atribut gereja adalah lencana, vandal, bendera dan atau panji-panji, umbul-umbul dan berbagai produk resmi gereja lainnya, baik dalam media cetak, Audia dan Video maupun multi media lainnya yang harus mencantumkan Lambang dan Logo Gereja.

    7.   Gereja setempat, Majelis Wilayah, Majelis Sinode dan perwakilan resmi gereja GKBI harus memakai lambang dan logo resmi dan tidak boleh merubah, baik bentuk maupun warnanya.

    Bab IV

    VISI DAN MISI

    Pasal 5

    Visi GKBI

    1.   Sejak didirikan Gereja GKBI mengemban Visi para pendiri, seperti tercantum dalam Pembukaan Anggaran Dasar, yaitu: bahwa orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus disebut sebagai anak-anak Tuhan dan mendapat tugas pengutusan untuk mewartakan Kabar Baik yakni berita Keselamatan ke seluruh dunia.

    2.   Sesuai Anggaran Dasar Bab V Pasal 7, GKBI memiliki beban dan tanggung jawab dalam kesaksian terhadap berita keselamatan dari YESUS KRISTUS bagi seluruh umat manusia; sebagai Gereja yang Misioner.

    Pasal 6

    Misi GKBI

    Berdasarkan Visi yang diemban tersebut, maka Gereja GKBI memiliki Misi, yaitu:

    1.   Menjadi Garam dan Terang dunia, sesuai Matius 5:13-16

    2.   Menjadi murid Yesus dan memuridkan orang lain, sesuai 2 Timotius 2:2

    3.   Mewujudkan kesatuan Tubuh Kristus dalam saling mengasihi, melayani dan mendoakan, sesuai Kisah Para Rasul 4:32-35

    4.   Melaksanakan Amanat Agung Yesus Kristus dengan mengutus para Misionaris dan atau Penginjil (Evangelis), sesuai Matius 28:19-20

    Bab V

    GEREJA SETEMPAT

    Pasal 7

    Hal Gereja Setempat

    1.   Yang dimaksud gereja setempat adalah gereja lokal yang dikenal sebagai Gereja Rumah, yaitu setidaknya terdiri dari 12 (dua belas) orang percaya yang sudah di baptis dan terdaftar.

    2.   GKBI menyadari pentingnya tugas dan panggilannya sebagai pembawa Kabar Baik, maka Gereja Setempat memiliki kominten terhadap Penginjilan dan atau penjaungkauan terhadap suku dan bangsa yang belum terjangkau.

      3.   Gereja Setempat bersifat otonom tetapi tetap menganut prinsip interdependen, yaitu sikap saling kebergantungan satu dengan yang lainnya.

      4.   Gereja Setempat berkomitmen untuk memberi persembahan rutin kepada Sinode, nimimal 10% dari seluruh pemasukan dan atau secara sukarela bagi yang tidak mampu.

      5. Besaran Persembahan wajib ini akan dituangkan dalam peraturan Majelis Sinode tersendiri.

      Pasal 8

      Keanggotaan Gereja

      1. Keanggotaan Gereja GKBI dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:

      1. Anggota Terdaftar, yaitu mereka yang aktif mengikuti kegiatan ibadah dan atau pelayanan di gereja setempat dan dicatat sebagai Anggota dalam buku Induk.
      1. Anggota Belum Terdaftar, yaitu mereka yang aktif mengiktui kegiatan ibadah dan pelayanan di gereja setempat tetapi belum tercatat sebagai Anggota.

      2. Anggota Terdaftar berhak memilih dan dipilih sebagai Majelis Jemaat dan menerima pelayanan dan bantuan diakonia/sosial ketika sakit, melahirkan atau kematian, sesuai kebijakkan Pengurus Majelis Jemaat.

      3. Anggota Belum Terdaftar tidak berhak dipilih dan memilih, hanya berhak menerima pelayanan dan bantuan diakonia ketika sakit, melahirkan atau kematian, sesuai kebijkakan Pengurus Majelis Jemaat.
       

      Bab VI

      PEJABAT GEREJA

      Pasal 9

      Hal Pejabat Gereja

      1. Dalam pelaksanaan tugas pelayanan gereja, GKBI mengenal Pejabat Gereja, yaitu : Evangelis atau Penginjil; Pendeta Muda (Pdm), Pendeta (Pdt), dan Pendeta Pelayanan Umum.

        2. Pejabat Gereja adalah jenjang pelayan dilingkungan gereja setempat yang diangkat dari dan untuk kepentingan gereja setempat yang pengangkatan/pentahbisannya dilakukan oleh Majelis Sinode.

        3.   Pendeta Pelayanan Umum adalah pejabat gereja yang berada di bawah Mejelis Sinode GKBI yang melayani lintas wilayah dan lintas sektoral yang diberikan oleh Majelis Sinode dan atau sebagai Pendeta Konsulen yang ditugaskan di Gereja Setempat yang belum memiliki Gembala Sidang dan atau ditugaskan ditempat lain sebagai utusan gereja GKBI dengan diterbikan Surat Tugas Khusus.

        4.   Pengangkatan/pentahbisan Pejabat Gereja dilakukan oleh Majelis Sinode, dilaksanakan di gereja setempat dan atau pada Persidangan Sinode.

        5.   Jabatan Pejabat Gereja berakhir dengan sendirinya apabila: Meninggal dunia, Mengundurkan diri secara tertulis, Sebagai tersangka dalam kasus hukum, dan Melanggar Pakta Integritas.

        6.   Semua Pejabat wajib memberi iuran bulanan yang besarnya akan ditentukan secara tersendiri.

        Pasal 10

        Kriteria Pejabat GKBI

        Persyaratan pribadi menjadi Pejabat GKBI diatur sebagai berikut:

        1. Untuk Pendeta dan atau Pendeta Tugas Umum harus setidaknya memiliki jenjang pendidik S1 Theologi/PAK.

        2. Untuk Gembala Sidang adalah seorang Pendeta dan sudah menikah dan telah menggembalakan setidaknya 12 orang.

        3. Untuk Evanggelis dan Pendeta Muda (Pdm) memiliki pengabdian diri dalam pelayanan gereja lokal dan direkomendasikan oleh Gembala Jemaat.

        Pasal 11

        Pakta Integritas

        1.   Pakta Integritas adalah janji setia dan loyalitas dari para Pejabat Gereja dan pejabat kelembagaan lainnya di lingkungan GKBI yang diucapkan/diikrarkan pada saat pelantikan/pentahbisan.

        2.   Isi Pakta Integritas dirumuskan dan dituangkan dalam lembaran tersendiri.

        Bab VII

        PENGAKUAN IMAN

        Pasal 12

        Hal Pengakuan Iman

        1.   Sesuai Anggaran Dasar GKBI Bab III alinea kedua, GKBI menghayati dan mengamalkan imannya sesuai dengan azas Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel dan Pengakuan Iman Athanasius, serta dalam ajarannya berpegang pada azas Reformasi.

        2. Pola Pengakuan Iman seperti pasal 11 ayat 1 ini dimaksudkan sebagai sikap dan komitmen GKBI yang terbukaan serta  semangat Oikumenikal dalam hal menerima dan menghargai serta siap bekerjasama dengan berbagai gereja yang berbeda ajaran dan denominasi, sekaligus sebagai wujud nyata kesatuan Tubuh Kristus.

        3. Hal ajaran yang berazas reformasi dimaksudkan adalah merupakan semangat reformis dan fleksibilitas terhadap pengajaran dan atau kebenaran yang sesuai dengan pewahyuan Alkitab, sebagai satu-satunya standar kebenaran.

          Pasal 13

          Pokok Pengakuan Iman

          Terkait keterbukaan GKBI seperti pasal 9 di atas, maka perlu ditarik garis tegas dan jelas pokok  atau inti Pengakuan Iman sekaligus sebagai dasar dan pijakan ajaran bersama GKBI yaitu:

          1.   Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Tuhan yang diilhamkan Roh Kudus, sebagai dasar dan standar kebenaran yang mutlak.

          2. Yesus Kristus adalah satu-satu Tuhan dan Juruselamat umat manusia.

          3. Gereja adalah kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar untuk memberitakan Kabar Baik bagi seluruh umat manusia; sebagai gereja Misioner.

            Bab VIII

            KELEMBAGAAN

            Pasal 14

            Pendiri

            1.   Pendiri adalah para penanda-tangan Akte Pendirian dan atau perubahan dari Gereja Masehi Timur menjadi GKBI pada tahun 1989 yaitu berjumlah 15 (lima belas) orang merupakan sebuah fakta sejarah yang harus diterima, dimengerti dan diketahui serta dihormati oleh semua pihak.

            2. Pendiri bersifat final dan monumental yang berakhir dengan sendirinya apabila meninggal dunia dan tidak dapat digantikan oleh siapapun.

            3. Pendiri disebut sebagai Para Pendiri karena jasa dan pengabdian yang diberikan sehingga berdiri GKBI seperti sekarang ini.

              Pasal 15

              Badan Pembina

              1.   Badan Pembina, adalah pengemban Visi dan Misi sekaligus sebagai pengarah kebijakan GKBI, baik dalam hal pengawasan dan atau pembinaan dalam rangka pertumbuhan dan kemajuan GKBI, baik dalam hal pelayanan maupun keorganisasian.

              2. Badan Pembina adalah lembaga struktural yang anggotanya terdari dari Pendiri, Mantan Ketua Majelis Sinode terpilih dan Tokoh Gereja dan atau Lembaga kristiani yang terbukti memiliki kontribusi dan dedikasi serta loyalitas yang tinggi bagi GKBI.

              3. Badan Pembina terdiri dari 3 (tiga) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, dipimpin (ketua) oleh Pendiri dan pergantiannya dilakukan dalam rapat Badan Pembina.

                Pasal 16

                Tugas Badan Pembina

                Tugas dan tanggung jawab Badan Pembina adalah:

                1.   Bertanggung jawab menjaga dan mempertahankan Visi dan Misi serta Tata Gereja dan Tata Tertib GKBI.

                2.   Melaksanakan fungsi pengawasan, pembinaan dan disiplin organisasi, baik penyangkut arah kebijakan organisasi, pelaksanaan program maupun kinerja Majelis Sinode.

                3.   Menyelesaikan masalah internal apabila terjadi perselisihan di antara Pengurus  dan atau anggota Majelis Sinode.

                4.   Menegur, menasihati dan mengambil tindakan disiplin dan atau membekukan Majelis Sinode berdasarkan hasil Sidang Badan Pembina.

                5.   Mengesahkan dan melantik serta mengeluarkan SK Pengangkatan Majelis Sinode.

                6.   Menerima dan mengesahkan laporan pertanggung-jawaban Majelis Sinode pada Persidangan Sinode bersama dengan Badan Pemeriksa Perbendaharan dan Keuangan Sinode (BPPKS).

                7.   Terlibat aktif dalam kegiatan ibadah maupun program pelayanan lainnya di gereja setempat.

                Pasal 17

                Masa Jabatan Badan Pembina

                1.   Masa berlaku jabatan Badan Pembina ialah 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut. Kecuali anggota Badan Pembina dari unsuk Pendiri, berlaku seumur hidup.

                2.   Masa jabatan Badan Pembina berakhir dengan sendirinya apabila: Meninggal dunia, Mengundurkan diri, Sebagai tersangka dalam kasus hukum, dan Melanggar Pakta Integritas.

                Pasal 18

                Majelis Sinode

                1.   Majelis Sinode setidaknya terdiri dari Ketua Umum dan beberapa Ketua, Sekretaris Umum dan Wakil Sekretaris dan Bendahara Umum dan Wakil Bendahara.

                2.   Majelis Sinode adalah badan yang menjalankan kuasa Persidangan Sinode sebagai mandataris, memimpin seluruh kegiatan program, membina dan menegur serta menindak anggota pengurus Majelis Sinode dan atau pejabat yang melanggar etika-moral dan tindakan indisipliner lainnya.

                3.   Majelis Sinode dilantik dan disahkan oleh Badan Pembina tertuang dalam Surat Keputusan Badan Pembina.

                Pasal 19

                Tugas Umum Majelis Sinode

                Tugas Umum Majelis Sinode GKBI meliputi:

                1.   Tugas dan tanggung jawab Majelis Sinode ialah melaksanakan program dan kegiatan sesuai mandat Persidangan Sinode dan harus dipertanggung jawabkan pada Persidangan Sinode berikutnya, meliputi pelaksanaan program dan keuangan serta keorganisasian.

                2.   Mengangkat dan mentahbiskan Pendeta, Pendeta Muda dan Evangelis serta Pendeta Pelayanan Umum sesuai kebutuhan dengan persetujuan Badan Pembina.

                3.   Membuat laporan tahunan ke Dirjen Bimas Kristen Kementrian Agama RI pertahun maupun Laporan Lengkap per 4 (empat) tahun, di akhir Persidangan Sinode.

                4.   Mempersiapkan dan mengangkat Panitia Persidangan Sinode per 4 (empat) tahun, setidak-tidaknya 6 (enam) bulan sebelum masa Sidang Sinode.

                5.   Mewakili organisasi untuk urusan interen dan eksteren, baik menyangkut urusan dengan pemerintah dan lembaga lain, hukum maupun pelepasan hak dengan rekomendasi dari Badan Pembina.

                6.   Menjalin hubungan kekeluargaan dalam bentuk Visitasi dan atau fellowship antar Gembala Gereja Setempat bekerjasama dengan Majelis Wilayah.

                7.   Membangun kemitraan dengan Badan-badan Misi Dunia/Internaional.

                Pasal 20

                Tugas Khusus Majelis Sinode

                1.   Majelis Sinode GKBI turut bertanggung jawab terhadap Pembinaan dan Pemberdayaan anggota Sidang Jemaat/Gereja Setempat dalam arti seluas-luasnya.

                2.   Maksud dan tujuan Pembinaan dan Pemberdayaan oleh Sinode adalah sebagai upaya untuk menggali dan mewadahi potensi anggota Jemaat sehingga dapat dipersiapkan sebagai Hamba Tuhan dan atau Kepemimpinan lainnya sesuai dengan kemampuan dan potensinya.

                3.   Majelis Sinode dapat menjalin komunikasi dan kerjasama dengan lembaga lain dan atau instansi Pemerintah dalam rangka meningkatkan ekonomi jemaat.

                4.   Untuk memenuhi kebutuhan Pelayan Tuhan internal, Majelis Sinode bersama Badan dan lembaga terkait membuka Sekolah Tinggi Theologi Kabar Baik, Sekolah Umum dan Lembaga Kursus lainnya.

                Pasal 21

                Kriteria Pengurus Majelis Sinode

                Persyaratan pribadi Pengurus Majelis Sinode GKBI sesuai jabatan dan tanggung-jawabnya diatur sebagai berikut:

                1.   Ketua Umum,Sekretaris Umum dan Bendahara Umum dapat dijaba oleh Pendeta yang sekurang-kurang 3 (tiga) tahun berturut-turut dan memiliki Surat Kredensi dari Jemaatnya.

                2.   Khusus Ketua Umum, harus pernah menjabat sebagai Pengurus Harian Majelis Sinode atau Ketua Majelis Wilayah selama 1 (satu) periode penuh.

                3.   Memiliki kerelaan untuk berkorban, mampu dan konsisten memimpin organisasi serta memiliki relasi dan reputasi yang baik.

                4.   Khusus untuk Ketua Umum dan Sekretaris Umum harus berdomisili di Jakarta, Ibukota Negara RI, sesuai kedudukan organisasi.

                5.   Memiliki keteladan moral dan kesucian serta tidak terlibat masalah hukum.

                6.   Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum tidak boleh merangkap jabatan struktral dalam organisasi lain.

                Pasal 22

                Tata Cara Pemilihan

                1.   Tata cara pemilihan Majelis Sinode yaitu sistem paket dan bersifat kolegial terdirim dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.

                2.   Pemilihan Majelis Sinode, dilakukan melalui sistem Formatur dan dipimpin oleh Panitia Formatur Persidangan Sinode.

                3.   Panitia Formatur Persidangan Sinode berjumlah 5 (lima) orang memenuhi unsur: perwakilan dari Badan Pendiri/Pembina 1 (satu) orang, Majelis Sinode dimisioner 2 (dua) Perwakilan dari perserta sidang yang memiliki hak suara yang sah dan representative sebanyak 2 (dua) orang.

                4.   Panitia Formatur Persidangan Sinode dalam sidang pemilihan mengutamakan azas musyawarah dan mufakat, kecuali bila terjadi ketidak permufakatan, maka dilakukan voting.

                5.   Hasil Sidang Panitia Formatur dilaporkan dan disahkan pada Sidang Pleno menjadi dokumen Persidangan Sinode yang sah.

                6.   Kelengkapan Anggota Majelis Sinode selebihnya dipilih oleh Majelis Sinode terpilih, pada hari yang sama dan pelaksanaan pelantikannya dilakukan oleh Badan Pembina pada akhir Sidang Sinode.

                Pasal 23

                Masa Jabatan Majelis Sinode

                1.   Masa berlaku jabatan kepengurusan Majelis Sinode ialah selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut. Dapat diangkat kembali untuk Jabatan yang berbeda.

                2.   Masa jabatan kepengurusan Majelis Sinode berakhir dengan sendirinya apabila: Meninggal dunia, Mengundurkan diri, Sebagai tersangka dalam kasus hukum, dan Melanggar Pakta Integritas.

                Pasal 24

                Hal Majelis Wilayah

                Sesuai Anggaran Dasar Bab VI Pasal 10 butir 2, tentang Majelis Wilayah:

                1.   Majelis Jemaat Wilayah dipilih dari dan oleh Majelis Jemaat-Majelis Jemaat di 1 (satu) Provinsi dan atau penggabungan 2 (dua) Provinsi yang berdekatan.

                2. Syarat Pembentukan Majelis Wilayah minimal ada 3 (tiga) Gereja Setempat.

                3. Majelis Wilayah dipimpin oleh sebuah Kepengurusan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bandahara (KSB) yang dipilih melalui Persidangan Wilayah.

                4. Peran dan fungsi Majelis Wilayah adalah:

                1. Untuk membina kesatuan yang utuh GKBI dalam wilayahnya.
                1. Mewakili Majelis Sinode terkait persoalan Gereja Setempat di wilayahnya.
                2. Memberi masukan dan mendampingi Badan Pembina terkait dengan persoalan di Majelis Sinode

                5.   Masa berlaku jabatan kepengurusan Majelis Wilayah ialah selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut. Dapat diangkat kembali untuk Jabatan yang berbeda.

                6. Masa jabatan kepengurusan Majelis Sinode berakhir dengan sendirinya apabila: Meninggal dunia, Mengundurkan diri, Sebagai tersangka dalam kasus hukum, dan Melanggar Pakta Integritas.

                Pasal 25

                Badan Pemeriksan Perbendaharaan dan Keuangan

                1.   Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan ialah Badan yang bertugas sebagai pengawasan dan kontrol serta konsultasi keuangan dan kekayaan (anggaran) pada tingkat Majelis Sinode disebut  Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan Sinode (BPPKS), tingkat Majelis Wilayah disebut Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan Wilayah (BPPKW) dan untuk tingkat Majelis Jemaat untuk Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan Jemaat (BPPKJ).

                2.   Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan dapat berfungsi sebagai konsultan dalam hal membantu pengaturan anggaran dan belanja Majelis Sinode, majelis Wilayah dan Majelis Jemaat sesuai tingkat kewenangannya.

                3.   Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan (BPPK) mendengar dan merekomendasikan hasil Laporan Kerja Majelis Sinode pada Persidangan Sinode.

                Pasal 26

                Keanggotaan Badan Pemeriksan Perbendaharaan dan Keuangan

                1.   Anggota Pengurus Badan Pemeriksa Perbendaharaan dan Keuangan (BPPK) diangkat oleh Majelis sesuai jenjang kemajelisan.

                2.   Pengangkatan Anggota Pengurus BPPK harus sepengatuhan dan atau rekomendasi Badan Pembina.

                3.   Dalam menjalankan fungsi kontrol dan audit BPPK harus bersifat obyektif, independen dan professional dan tidak KKN.

                4.   BPPK bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada Badan Pembina atas hasil laporan pertanggunga-jawaban Majelis Sinode pada Persidangan Sinode.

                Pasal 27

                Kerjasama Kelembagaan

                Dalam melaksanakan Visi-Misi, Program Kerja dan arah kebijakan organisasi, Majelis Sinode dapat kerjasama dengan lembaga lintas iman, denominasi, agama dan pemerintah serta badan-badan lain, baik dalam maupun luar negeri yang tidak bertentangan dengan hukum dan Alkitab.

                Bab IX

                HAL PERSIDANGAN

                Pasal 28

                Selain yang sudah disebutkan dalam Tata Gereja Bab VII Pasal 11, GKBI Mengenal dan mengadakan Persidangan-persidangan Gereja lainnya.

                Pasal 29

                Sidang Badan Pembina

                1.   Sidang Badan Pembina adalah Sidang yang diselenggarakan oleh Badan Pembina yang dihadiri oleh seluruh anggota Badan Pembina.

                2.   Sidang Badan Pembina diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali atau sesuai kebutuhan berdasarkan undangan Ketua Badan Pembina.

                3.   Sidang Badan Pembina dipimpin oleh Ketua Badan Pembina dengan tujuan untuk membahas/mengevaluasi kinerja Majelis Sinode dan menyelesaikan persoalan/konflik yang muncul.

                4.   Hasil Sidang Konsultasi bersifat final dan mengikat dan dipublikasikan ke semua gereja setempat.

                Pasal 30

                Persidangan Sinode

                1.   Persidangan Sinode adalah sidang yang dilakukan Majelis Sinode sekali dalam 4 (empat) tahun, berdasarkan undangan Panitia Pelaksana Persidangan Sinode.

                2. Panitia Pelaksana Persidangan Sinode sudah dibentuk satu (1) tahun menjelang masa akhir jabatan Majelis Sinode dengan sepengetahuan dan persetujuan Badan Pembina.

                  3.   Maksud dan tujuan Persidangan Sinode ialah sebagai laporan pertanggung-jawaban Majelis Sinode dan menyusun program kerja tahunan serta pengesahannya dan Pemilihan/Pelantikan Mejelis Sinode yang baru serta melantik dan mentahbiskan Pejabat Gereja.

                  4.   Hak Suara Peserta Sidang yang sah adalah Gembala Jemaat dan atau wakil resmi yang utus dari Gereja Setempat dengan surat Kredensi.

                  5.   Sidang Sinode sah apabila memenuhi Quorum, yaitu dihadiri minimal setengah jumlah anggota Badan Pengurus Lengkap, Badan Pembina dan Perwakilan Gereja-gereja Lokal ditambah satu.

                  6.   Dalam setiap sidangnya, Persidangan Sinode dipimpin oleh 3 (tiga) orang Majelis Sidang untuk memimpin serta mengatur persidangan yang disebut Sidang Pleno dengan tertib dan teratur.

                  7.   Hasil dari setiap persidangan Pleno dicatat dalam minuta/Natulen Persidangan dan dilampirkan daftar hadir peserta sidang.

                  8.   Azas Persidangan dalam semua pengambilan keputusan sidang adalah mengutamakan azas kekeluargaan secara aklamasi, musyawarah dan mufakat dan atau voting bila terjadi ketidak permufakatan serta disahkan oleh Ketua Mejelis Persidangan/Pleno.

                  Pasal 31

                  Sidang Evaluasi

                  1.   Sidang Evaluasi diselenggarakan oleh Majelis Sinode dengan undangan dari Ketua Umum dan Sekretaris Umum yang diadakan pada tahun kedua dalam masa jabatan Majelis Sinode.

                  2.   Sidang Evaluasi bersifat konsultasi dan konsolidasi program dan perkembangan untuk menghindari permasalahan yang muncul, sekaligus sebagai sarana fellowship untuk meningkatkan asas kekeluargaan dan kebersamaan.

                  3.   Sidang Evalusi dihadiri Majelis Sinode, Dewan Pembina dan Majelis Wilayah serta para Gembala Sidang.

                  4.   Hasil Sidang Evalusi bersifat rekomendasi, praktis dan operasional mengacu kepada program tahunan berjalan dan masalah-masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan.

                  Pasal 32

                  Hal Rapat Majelis Sinode

                  1.   Majelis Sinode wajib mengadakan Rapat Rutin Pengurus Lengkap Majelis Sinode setiap 2 (dua) bulan sekali dengan undangan cukup dari Sekretaris Umum.

                  2.   Majelis Sinode wajib mengadakan Rapat Kerja Nasional selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak Pelantikannya, guna merumuskan dan memutuskan Program Kerja Tahunan, Program Jangka Pendek, Menengah dan Panjang.

                  Pasal 33

                  Sidang Istimewa

                  1.   Sidang Istimewa yaitu Persidangan Sinode yang bersifat luar biasa karena suatu keadaan yang mendesak dan darurat.

                  2.   Syarat diadakannya Sidang Istimewa:

                  1. Majelis Sinode tidak dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Persidangan Sinode.
                  1. Keanggotaan Majelis Sinode dinyatakan tidak lengkap, yaitu 2 (dua) dari 3 (tiga) KSB mengundurkan diri dan atau tidak lagi sebagai Anggota Majelis atas kemauan sendiri dan atau karena alasan lain yang menyebabkan yang bersangkutan tidak aktif lagi sebagai Anggota Pengurus Sinode.
                  2. Majelis Sinode mengadakan dan atau ada niat melakukan kegiatan yang dianggap dapat membahayakan bagi kelangsungan gereja GKBI

                  3.   Sidang Istimewa diadakan oleh Badan Pembina dan dipimpin oleh Ketua Badan Pembina sebagai Majelis Pimpinan Sidang Istimewa, bersama seorang dari unsur Majelis Wilayah dan seorang dari unsur Majelis Sinode yang dibekukan/dimisioner dengan dibantu 2 (dua) Notulis.

                  4.   Dalam hal diadakannya Sidang Istimewa, Majelis Sinode dibekukan dan atau dibubarkan oleh Badan Pembina melalui Sidang Badan Pembina dan dituangkan dalam sebuah Surat Keputusan yang sebelumnya mendapatkan masukan dari Majelis Wilayah.

                  5.   Dalam hal Majelis Sinode dibekukan dan atau dibubarkan, maka Badan Pembina selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus mengadakan Sidang Istimewa dan memberikan materi Persidangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum Sidang Istimewa.

                  Bab X

                  KEKAYAAN DAN HAK MILIK GEREJA

                  Pasal 34

                  Keuangan dan harta milik Majelis Sinode

                  1.   Kekayaan Majelis Sinode GKBI meliputi perbendaharaan dan keuangan dan harta benda serta barang yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang diperoleh dari:

                  1. Persembahan sukarela Dari Badan Pembina/Pendiri, Badan Pengurus Lengkap.
                  1. Persembahan sukarela dari Gereja Setempat setiap bulan dan dari Simpatisan.
                  2. Hibah dari manapun yang tidak bertentangan dengan hukum dan Undang-undang.
                  3. Usaha-usaha lain yang tidak merugikan dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan dan atau Pemerintah.

                  2.   Keuangan dikelola oleh Bendahara Umum, yaitu Bendahara Umum sebagai pemegang Buku Keuangan/Pembukuan dan Wakil Bendahara sebagai pemegang Kas Kecil.

                  3.   Dana yang ada harus disimpan dalam Bank atas nama Sinode GKBI yang ditandatangani oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum. Otorisasi tanda tangan terdiri dari 2 (dua) orang dari antara 3 (tiga) orang.

                  4.   Untuk keperluan rutin, disediakan Kas Kecil yang dipegang oleh Wakil Bandahara.

                  5.   Setiap aliran dana harus diketahui dan di bawah pengawasan Ketua Umum Majelis Sinode.

                  6.   Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bersama, maka tidak diperkenankan ada praktek simpan-pinjam.

                  7.   Laporan Keuangan per tiga bulan dan pertahun harus dibuat oleh Bendahara Umum dan Wakil Bendahara.

                  8.   Laporan Keuangan per 3 (tiga) tahun harus dibuat oleh Bendahara Umum dan Wakil Bendahara bersama Internal Ouditor.

                  9.   Harta kekayaan yang bergerak dan tidak bergerak berada dibawah pengelolaan Majelis Sinode cq Departemen Sarana dan Prasarana dan tidak boleh dipinjamkan dan atau dikomersilkan.

                  Pasal 35

                  Hak Milik dan Kewenangan Kekayaan

                  Segala kekayaan/Aset diinventaris sah menurut hukum dan berada di bawah pengawasan dan kewenangan Majelis yang dibedakan:

                  1.   Kekayaan yang diperoleh dan dibeli oleh Majelis Sinode, kepemilikan dan kewenangan ada dibawah Majelis Sinode.

                  2.   Kekayaan yang diperoleh dan dibeli oleh Majelis Wilayah, kepemilikan dan kewenangan ada dibawah Majelis Wilayah.

                  3.   Kekayaan yang diperoleh dan dibeli oleh Majelis Jemaat, kepemilikan dan kewenangan ada dibawah Majelis Jemaat/Gereja Setempat.    

                  Bab XI

                  PENUTUP

                  Pasal 36

                  1.   Penyimpangan dan atau pelanggran dalam melaksanakan Tata Gereja dan Tata Tertib GKBI akan mendapatkan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali secara tertulis dan sanksi yang ditetukan oleh Badan Pembina terhadap Majelis Sinode dan Majelis Wilayah, oleh Majelis Sinode terhadap Pejabat dan atau Gereja Setempat.

                  2.   Segala sesuatu yang belum diatur dalam Tata Gereja dan Tata Tertib Gereja GKBI ini akan diatur dalam Tata Laksana Gereja, kebijakan dan ketentuan Badan Pembina dan atau Majelis Sinode yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Tertib GKBI, Alkitab dan Undang-undang.

                  3.   Perubahan dan atau penambahan Tata Gereja dan Tata Tertib GKBI diputuskan dan disahkan pada Persidangan Sinode dan atau Sidang Istimewa, tertuang dalam Surat Keputusan Sinode.

                  4.   Dalam segala hal dan segala keadaan, Tata Gereja dan Tata Tertib GKBI ini menjadi acuan pelaksanaan bagi kebijakan Badan Pembina, Majelis Sinode, Majelis wilayah dan Majelis Gereja Setempat secara mutlak harus ditaati dan dijunjung tinggi.

                  Disahkan di  Cisarua, 12 September 2022

                  Pimpinan Persidangan:

                  Wakil Ketua Panitia,                                                   Sekertaris Panitia,

                  Pdt. Haposan Siahaan, M.Th.                                   Serly Lumenta, S.Th.

                                                     

                  Mengetahui Badan Pendiri

                  Pdt. Jappy Pellokila, M. Th.                                     Pdt. Andreas Supriyadi, S. Th.